Kamis, 20 Desember 2012

KERANGKA PENGERTIAN ( DEFINISI ) اللَّه “ALLAH”

1. ALLAH adalah Nama Perwujudan.
Para pembaca yang saya muliakan, kalau kita berbicara soal Kebathinan, Kejiwaan & Kerochanian, ini semua tidak terlepas dari soal Ketuhanan karena :
  • Tuhan (Allah) Sumber dari Segala Sumber;
  • Tuhan Maha Bisa;
  • Tuhan Serba Ada;
  • Tuhan Pengasih Penyayang dan Maha Pengampun.
Berikutnya, maka saya akan menyampaikan kepada para pembaca, Pengertian-Pengertian “Kekeluargaan” tentang ALLAH atau Jelasnya :
KONSEP TENTANG TUHAN ATAU ALLAH
Sebelumnya, maka akan saya dahului dengan pengertian-pengertian Dasar. Tuhan itu artinya Sesembahan, Yang di Sembah, Yang di Agungkan. Tuhan saya adalah Allah, berarti dan dapat diartikan :
  • Pertama, yang saya Sembah ialah ALLAH,
  • Kedua, yang saya Agungkan adalah ALLAH,
  • Ketiga, tempat saya Meminta dan Mengabdi adalah ALLAH.
Tiap-tiap perwujudan mempunyai kerangka dan batas-batas. Jika ada seseorang menyebutkan sesuatu Nama, akan tetapi ia tidak dapat memberikan kerangka pada nama itu, maka pengetahuannya akan nama yang disebutkannya itu hanya khayalan atau kira-kira belaka. Pengertian ini juga dapat dijadikan ukuran keimanan terhadap apa yang diketahuinya, apalagi yang ia yakini.
Kita menyebut nama “ALLAH”, kita sama-sama yakin adanya Allah, maka kita harus dapat membuktikan dan dapat memberikan kerangka pada nama “ALLAH” tersebut.
2. Arti Perkataan “ALLAH”.
Didalam sastra Arab, pernah kita temukan uraian sebagai berikut :
Ilah, berarti : Tuhan, sesembahan atau yang disembah. Allah, berasal dari kata-kata “AL” dan “ILAH”, disingkat menjadi “ALLAH” yang berarti, Maha Sesembahan.
Dengan demikian maka ALLAH adalah sesembahannya yang tertinggi, ialah sesembahannya dari segala sesuatu yang ada didalam dan bagi / untuk Hidup, Kehidupan dan Penghidupan. Allah adalah tempat pengabdian diri segala machluk.
Dengan pengertian pendahuluan ini, maka saya akan menguraikan konsepsi tentang Allah dengan pengertian-pengertiannya yang ditinjau dari berbagai sudut, sesuai dengan Alam Pikiran “Kekeluargaan”.
Saya bermaksud dan beritikad menguraikan Konsepsi tentang Allah ini kepada :
A. Pembaca yang saya muliakan sekarang ini :
  1. Yang mewakili Pimpinan Ormas-ormas, Kebathinan / Kejiwaan /Kerochanian dan Tergabung dalam PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Kejaksaan Tinggi Jakarta.
  2. Pemerintah Republik Indonesia lewat PAKEM Kejaksaan Tinggi Jakarta dan para Pejabat Pemerintah yang berwenang.
  3. Para Alim Ulama dari Golongan Agama yang disyahkan Pemerintah.
B. Nusa, Bangsa dan Negara pada umumnya.
C. Umat Islam pada Khususnya.
Saya mencoba menguraikan dengan kata-kata yang sesederhana mungkin dengan bantuan Kerangka atau Huruf (Arab- اللَّهِ ) “Allah”.
Bagi Alam Pikiran “Kekeluargaan”, didalam ijtihadjnya, maka Kerangka atau penyusunan atau tulisan (اللَّه) “ALLAH”, itu merupakan suatu kerangka yang mempunyai arti dan makna serta daya hidup dan yang menghidupkan. Segala sesuatu yang menyangkut tentang Hidup, Kehidupan dan Penghidupan, dapat dicarikan dasar-dasar hukumnya dan tergantung pula pada pemikiran, kewaspadaan, terjurus dari penyorotannya.
3. Dzat, Hidup dan 4 (empat) Unsur-unsur Pokok Perwujudan.
(Evolusi Kejadian)
Untuk mempermudah kita berbicara tentang apa yang tidak, marilah kita mencari jalan dari apa yang ada; yang saya maksud dengan yang ada ialah : Alam; penerangan tentang adanya Alam ini menurut Al Quran, surat Yunus ayat 3 (10:3) berbunyi :

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Tuhan Kamu ialah Allah yang menciptakan Langit dan Bumi dalam Enam hari, Kemudian Dia Bersemayam diatas Arasy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberikan syafaat kecuali sesudah ada izinnya. Yang demikian itu ialah ALLAH, Tuhan kami maka sembahlah Dia. Apakah Kamu tidak mengambil Pelajaran?”
Ternyata dari penerangan ayat diatas, bahwa Alam ini terjadi tidak hanya dengan kata-kata “KUN” sekali jadi terus berwujud, tetapi dengan enam hari. Enam hari inipun tidak berarti enam hari letterlijk, tetapi enam phase (tingkatan atau tahapan yang berarti : Ber_Evolusi).
Jadi sebelum Alam ini ada, yaitu masih awang-awang atau kosong, yang ada ialah Dzat yang tidak seumpama apapun juga (Lihat : Jabar). Sebelum ada apa-apa di Alam ini, yang ada ialah Dzat : Dzat yang tidak seumpama apapun juga. Pengertian ini umumnya sudah diluar batas Pikir Manusia, dan kita mau tidak mau harus percaya. Dzat yang tiada seumpama apapun juga ini, Ada Dengan Sendirinya dan Terjadi Dengan Sendirinya.
Dzat yang tiada seumpama apapun pula, yang ada dengan sendirinya dan Jadi dengan Sendirinya itu dan mengadakan Hidup (lihat : Tasjid), Karena adanya Hidup, maka terjadilah adanya Gerak atau Getaran. Kesemuanya ini masih Ghaib. Getaran ini Hidup terus dan Menimbulkan Cahaya; Merah (lihat : Alif), Setelah Cahaya Merah, timbul Cahaya; Kuning (lihat : Lam Awal), Setelah Cahaya Kuning, timbul Cahaya; Putih (lihat : Lam Akhir), Setelah Cahaya Putih, Timbul Cahaya; Hitam (lihat : Ha)
Cahaya-cahaya tersebut telah dimengertikan Unsur-Unsur Pokok dari Setiap Perwujudan dengan Alam Hidup ini :
  • Cahaya Merah, diartikan : Unsur Api,.
  • Cahaya Kuning, diartikan : Unsur Angin,
  • Cahaya Putih, diartikan : Unsur Air,
  • Cahaya Hitam, diartikan : Unsur Bumi.
4. Allah dan Makhluk Allah.
Ke-Empat Cahaya tersebut (lihat : Alif, Lam, Lam, Ha), yang saling berbenturan karena adanya Gerak dan Getar (lihat : Tasjid), dengan diliputi oleh Dzat Yang Hidup (lihat : Jabar), keseluruhannya itulah baru menjadi Perwujudan yang dinamakan “ALLAH” (lihat : huruf اللَّه ).
Jadi, dari dzat yang tiada seumpama apapun juga (Jabar) sampai dengan apa yang kita lihat dadn berwujud ini (Allah) sudah satu. Tidak dan Ada adalah Satu, inilah yang dinamakan “ALLAH”. Jelasnya, seluruh Alam ini adalah Perwujudan dari yang tidak.
Kita semua ini adalah Perwujudan daripada Dzat dan Gerak/Getaran dari Empat Unsur Pokok, itulah menjadikan satu Perwujudan. Inilah yang dikatakan bahwa Tuhan dengan kita tidak ada antaranya lagi, seperti “Urat Leher dan Lehermu”.
Dengan adanya Perbenturan 4 (empat) Unsur Pokok ini terjadilah Alam seluruhnya dan terjadilah Machluk-machluk Hidup, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Benturan-benturan, maupun perpaduan-perpaduan ke-Empat Unsur Pokok ini ada tingkatan-tingkatannya, dan demikianpun Perwujudan-perwujudan ada tingkatan-tingkatanya. Dari machluk-machluk yang terendah tingkatannya sampai dengan machluk-machluk yang tertinngi yaitu MANUSIA.
Kami jelaskan lagi uraian saya denga kata-kata lain :
Dari yang tidak (Jabar), lalu menjadi Gerak/Getaran (Tasjid). Dan karena Gerak/Getaran itu timbullah suatu Perwujudan, Allah namanya (lihat huruf اللَّه “Allah”)
Surat Al-Baqaroh ayat 115 (2:115)

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ

“Maka Kemanapun Kamu Menghadap, disitulah Wajah Allah”.
Wajah Allah, ialah Perwujudan Allah yang kita lihat dan temukan. Yang tidak dan yang ada adalah merupakan Satu Kesatuan dan Persatuan Mutlak, Allah Namanya.
Dan dari Perwujudan-perwujudan yang kita jumpai dalam hidup, kehidupan dan penghidupan, ialah tidak lain Manusialah machluk yang tertinggi. Inilah yang dikatakan; Kita dengan Tuhan tiada Antaranya lagi.
Kalau saya umpamakan Dzat yang tiada antaranya lagi. Kalau saya umpamakan Dzat yang tiada seumpama apapun juga itu; Air, maka kita (perwujudan-perwujudan ini) adalah : Es.
Jadi, kita ini adalah merupakan Pembekuan daripada Dzat. Hidup kita adalah : Gerak atau Yang Hidup atau Hidup.
Gerak ini digerakkan oleh Yang Tidak Bergerak, ialah Dzat. Antara yang tidak bergerak dan yang bergerak adalah “SATU KESATUAN DAN PERSATUAN”.
Jadi, seluruh Alam ini adalah SATU PERWUJUDAN atau lebih tegas lagi SATU PEMBEKUAN dari TIDAK, diantara mana tidak ada batas-batas pemisahan sedikit juga dengan yang ADA. Kesemuanya ini adalah suatu perwujudan dari pada Allah (secara keseluruhan maupun secara sendiri), karena asalnya dari TIDAK menjadi ADA. Kita ini (perwujudan secara tersendiri), menurut Ajaran Agama adalah MACHLUK ALLAH. Machluk Manusia adalah Perwujudan yang Tertinggi dari setiap adanya Perwujudan dalam Hidup, Kehidupan dan Penghidupan, seperti diterangkan didalam surat Al-Maidah, ayat 3 (5:3) :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu Agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu Nikmat-Ku, dan telah Ku-ridoi Islam itu menjadi Agama bagi kamu”.
Dalam Pandangan kita yang meluas kepada Macro-Cosmos, maka dapat saya berikan Pengertian :
Allah, adalah suatu Perwujudan yang berada didalam Wadah yang tidak bertepi dengan Dzat-Nya yang meliputi.
Jika pandangan kita menuju kepada Macro-Cosmos, terutama kepada Diri sendiri, maka kita hendaknya kembali kepada pengertian hakekat Tauhid, ialah Bahwa setiap Perwujudan adalah Perwujudan Allah. Pengertian akan hakekat Tauhid tersebut adalah dapat dijadikan dasar mutlak bagi pemberian pengertian akan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demikianlah secara siingkat telah saya terangkan pengertian atau konsepsi tentang Allah dari “Kekeluargaan”, ditinjau dari sudut Hidup. Para Pujangga Arab, telah menentukan (dengan karunia Allah), kerangka atau tulisan Allah dengan susunan huruf-huruf Arab sebagaimana yang tercantum didepan hadirin sekalian.
Kerangka atau susunan huruf (اللَّهَ) Allah tersebut tidak akan berubah sepanjang zaman, karena Makna, Arti dan Daya yang Memancar dari Kerangka tersebut mempunyai Daya adanya Kesatuan Hukum-hukum Hidup, Kehidupan dan Penghidupan.
Umpamanya, Jabar dan Tasjidnya dihilangkan, sisa Alif, Lam, Lam, Ha, ini adalah Kerangka yang Mati, kerangka hampa yang tidak mempunyai Makna Arti dan Daya yang Hidup.
Demikianpun, jika Kerangka tersebut kita terjemahkan atau kita ganti dengan huruf atau bahasa lain, hampa rasanya.
Sebagaimana telah saya terangkan dimuka, susunan huruf atau lebih tepat kerangka “ALLAH” bagi kita semua mempunyai Makna, Arti dan Daya yang Hidup dan Menghidupkan.
Bagi saya khususnya, demikian adanya karena saya dapat memberikan penjelasan tentang Penyorotan Kerangka itu dari sudut :
  • Hidup;
  • Kehidupan;
  • Penghidupan;
  • Lahir – Bathin – Dunia – Acherat.
Kesemuanya digali dari yang tersurat dan tersirat pada Al Quran dan Hadist. Hal ini akan membutuhkan waktu yang khusus, dan semoga saya akan berkesempatan untuk berhadapan muka dan berdialog dengan hadirin sekalian dilain waktu.
PENUTUP
1. Wahyu dan Ilham.
Saudara-saudara pembaca sekalian.
Saya belum pernah mendapatkan Wahyu, karena Wahyu itu tidak ada lagi di Dunia ini. Pengertian Wahyu adalah apa-apa yang belum ada didunia ini, kemudian diadakan, tetapi sekarang kesemuanya sudah sempurna, sudah komplit. Jadi Manusia-manusia sekarang ini hanya mendapat Ilham dari petunjuk-petunjuk yang mereka belum pernah lihat, tetapi sebenarnya sudah ada di Dunia, inilah pengertian-pengertian tentang perbedaan antara Wahyu dan Ilham.
Dengan demikian maka uraian saya tersebut adalah hasil dari Idjtihaj, yaitu :
  1. Hasil dari Penggalian-penggalian dan banyak belajar;
  2. Hasil dari tanya sana dan tanya sini;
  3. Hasil daripada Menerima dan Memberi dengan sesamanya; dan
  4. Hasil daripada Dialog dengan Kitab Al Quran dan Hadist.
2. Agama dan Kebathinan.
Saudara-saudara sekalian.
Kita sekarang yang berada disini, umumnya dikatakan sebagai anggota dari Organisasi Massa (ormas) atau Keyakinan Kebathinan, Kejiwaan dan Kerochanian. Kesemuanya ini tidak terlepas dari adanya Kebesaran Tuhan. Sumber segala sesuatu adalah Tuhan, dan yang saya maksud Tuhan ialah Allah, sesuai dengan Pengertian yang terdahulu.
Kalau bukan karena Allah, kesemuanya dengan sendirinya tidak dapat mencakup apa yang seolah-olah kita pisahkan. Semuanya mempunyai pengertian satu; Ya Bathin, Ya Jiwa, Ya Roch.
Saudara-saudara pembaca sekalian.
Kebathinan bukanlah Agama, sedangkan Agama sudah tentu Kebathinan. Jadi setiap penganut Agama; dengan sendirinya Kebathinan, karena Agama adalah Tuntunan Hidup untuk Manusia Lahir, Bathin, Dunia dan Acherat.
Ajaran-ajaran memberikan petunjuk-petunjuk kepada Umatnya untuk dapat mencapai:
  • Kemenangan Lahiriah;
  • Kemenangan Bathianiah;
  • Kemenangan Duniawiah, dan
  • Kemenangan Ukhrowiah.
3. Pengendalian Hawa Nafsu.
Sehubungan dengan Pengertian atau Konsep kita tentang Allah, maka perlu saya sekedar mengungkapkan sepintas lalu, cara-cara pelaksanaan Ajaran “Kekeluargaan”. Tidak terlepas dari Pengertian Allah. Timbulnya suatu Kebimbangan, Kekhilafan yang secara mutlak memberikan refleksi terhadap diri kita berupa pukulan-pukulan lahir maupun bathin, adalah dikarenakan si Manusia itu tidak dapat mengendalikan “PERPADUANNYA ATAU PERBENTURANNYA 4 (EMPAT) UNSUR POKOK YANG ADA DIDALAM DIRINYA”
Saya yakin, bahwa Manusia yang dapat mengendalikan Hawa Nafsu yang ada didalam Dirinya itu, dapat juga mengendalikan nafsunya orang lain. Nama Tuhan atau ALLAH di Agungkan-Agungkan, dan orang-orang telah banyak berbicara tentang “Sabda Seucap Nyata” atau “Sabda Pendita Ratu”.
Pelaksanaan hal itu, tidak lain dan tidak bukan hanyalah dengan jalan atau dengan cara kita mengendalikan Hawa Nafsu yang ada di Diri kita sendiri, dengan penuh Pengertian dan Penuh Kesabaran.
Demikianlah uraian saya dan saya mengucapkan diperbanyak terima kasih atas perhatian yang dicurahkan kepadanya.

posted by :

MAJELIS MUZAKAROH WARGA KEKELUARGAAN 

FORUM : KOMUNIKASI DAN SILATURACHMI WARGA KEKELUARGAAN

Yoesoef Ratman
Pengasuh Utama “Kekeluargaan”

Jumat, 23 November 2012

Keutamaan Puasa ‘Asyura di dalam Islam.


Puasa selain merupakan ibadah yang mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengandung sekian banyak manfaat yang lain. Dengan berpuasa seseorang dapat mengendalikan syahwat dan hawa nafsunya. Dan puasa juga menjadi perisai dari api neraka. Puasa juga dapat menghapus dosa-dosa dan memberi syafaat di hari kiamat. Dan puasa juga dapat membangkitkan rasa solidaritas kemanusiaan, serta manfaat lainnya yang sudah dimaklumi terkandung pada ibadah yang mulia ini.

Pada bulan Muharram ada satu hari yang dikenal dengan sebutan hari ‘Asyura. Orang-orang jahiliyah pada masa pra Islam dan bangsa Yahudi sangat memuliakan hari ini. Hal tersebut karena pada hari ini Allah Subhanahu wa Ta’ala selamatkan Nabi Musa ‘alaihissalam dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Bersyukur atas karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadanya, Nabi Musa ‘alaihissalam akhirnya berpuasa pada hari ini. Tatkala sampai berita ini kepada Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wassalam, melalui orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah beliau bersabda,
فَأَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ
“Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi)”.
Yang demikian karena pada saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sampai di Madinah, beliau mendapati Yahudi Madinah berpuasa pada hari ini, maka beliau sampaikan sabdanya sebagaimana di atas. Semenjak itu beliau Shallallahu’alaihi wasallam memerintahkan ummatnya untuk berpuasa, sehingga jadilah puasa ‘Asyura diantara ibadah yang disukai di dalam Islam. Dan ketika itu puasa Ramadhan belum diwajibkan.
Adalah Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhu yang menceritakan kisah ini kepada kita sebagaimana yang terdapat di dalam Shahih Bukhari No 1900,
قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المَدِيْنَةَ فَرَأَى اليَهُوْدَ تَصُوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاء فَقَالَ:ماَ هَذَا؟ قَالُوْا هَذَا يَوْمٌ صَالِحٌ هَذَا يَوْمٌ نَجَّى اللهُ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ مِنْ عَدُوِّهِمْ فَصَامَهُ مُوْسَى. قَالَ: فَأَناَ أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Tatkala Nabi Shallallahu’alaihi wasallam datang ke Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa di hari ‘Asyura. Beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya, “Hari apa ini?”. Orang-orang Yahudi menjawab, “Ini adalah hari baik, pada hari ini Allah selamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari ini. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Saya lebih berhak mengikuti Musa dari kalian (kaum Yahudi). Maka beliau berpuasa pada hari itu dan memerintahkan ummatnya untuk melakukannya”. [HR Al Bukhari]
Dan dari Aisyah radiyallahu ‘anha, ia mengisahkan,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِصِيَامِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانَ كَانَ مَنْ شَاءَ صَامَ وَمَنْ شَاءَ أَفْطَرَ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan untuk puasa di hari ‘Asyura. Dan ketika puasa Ramadhan diwajibkan, barangsiapa yang ingin (berpuasa di hari ‘Asyura) ia boleh berpuasa dan barangsiapa yang ingin (tidak berpuasa) ia boleh berbuka”. [HR Al Bukhari No 1897]

Keutamaan puasa ‘Asyura di dalam Islam.
Di masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berpuasa di hari ‘Asyura. Kebiasaan ini bahkan sudah dilakukan beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam sejak sebelum diwajibkannya puasa Ramadhan dan terus berlangsung sampai akhir hayatnya. Al Imam Al Bukhari (No 1902) dan Al Imam Muslim (No 1132) meriwayatkan di dalam shahih mereka dari Abdullah bin Abbas radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَومَ فَضْلِهِ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا اليَوْمِ يَوْمُ عَاشُوْرَاءَ وَهذَا الشَّهْرُ يَعْنِي شَهْرُ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah mendapati Rasulullah menjaga puasa suatu hari karena keutamaannya dibandingkan hari-hari yang lain kecuali hari ini yaitu hari ‘Asyura dan bulan ini yaitu bulan Ramadhan”.
Hal ini menandakan akan keutamaan besar yang terkandung pada puasa di hari ini. Oleh karena itu ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam ditanya pada satu kesempatan tentang puasa yang paling afdhal setelah Ramadhan, beliau menjawab bulan Allah Muharram. Dan Al Imam Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ، شَهْرُ اللهِ المُحَرَّمُ. وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الفَرِيْضَةَ، صَلاَةُ اللَّيْلِ
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah (puasa) di bulan Allah Muharram. Dan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”.
Dan puasa ‘Asyura menggugurkan dosa-dosa setahun yang lalu. Al Imam Abu Daud meriwayatkan di dalam Sunan-nya dari Abu Qatadah Radhiallahu’anhu
وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ
“Dan puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”.

Hukum Puasa ‘Asyura
Sebagian ulama salaf menganggap puasa ‘Asyura hukumnya wajib akan tetapi hadits ‘Aisyah di atas menegaskan bahwa kewajibannya telah dihapus dan menjadi ibadah yang mustahab (sunnah). Dan Al Imam Ibnu Abdilbarr menukil ijma’ ulama bahwa hukumnya adalah mustahab.

Waktu Pelaksanaan Puasa ‘Asyura
Jumhur ulama dari kalangan salaf dan khalaf berpendapat bahwa hari ‘Asyura adalah hari ke-10 di bulan Muharram. Di antara mereka adalah Said bin Musayyib, Al Hasan Al Bashri, Malik, Ahmad, Ishaq dan yang lainnya. Dan dikalangan ulama kontemporer seperti Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah. Pada hari inilah Rasullah Shallallahu’alaihi wasallam semasa hidupnya melaksanakan puasa ‘Asyura. Dan kurang lebih setahun sebelum wafatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ َلأَصُوْمَنَّ التَاسِعَ
“Jikalau masih ada umurku tahun depan, aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”
Para ulama berpendapat perkataan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam , “…aku akan berpuasa tanggal sembilan (Muharram)”, mengandung kemungkinan beliau ingin memindahkan puasa tanggal 10 ke tanggal 9 Muharram dan beliau ingin menggabungkan keduanya dalam pelaksanaan puasa ‘Asyura. Tapi ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam ternyata wafat sebelum itu maka yang paling selamat adalah puasa pada kedua hari tersebut sekaligus, tanggal 9 dan 10 Muharram.
Dan Al Imam Asy-Syaukani dan Al Hafidz Ibnu Hajar mengatakan puasa ‘Asyura ada tiga tingkatan. Yang pertama puasa di hari ke 10 saja, tingkatan kedua puasa di hari ke 9 dan ke 10 dan tingkatan ketiga puasa di hari 9,10 dan 11.
Wallahua’lam.


URL Sumber http://www.ahlussunnah-jakarta.org/detail.php?no=176

Sabtu, 17 November 2012

Milad 1 Abad Muhammadiyah

Sang Surya Tetap Bersinar
Syahadat Dua Melingkar 
Warna Yang Hijau Berseri 
Membuatku Rela Hati 

Ya Allah Tuhan Rabbiku 
Muhammad Junjunganku 
Al Islam Agamaku 
Muhammadiyah Gerakanku 

Di Timur fajar Cerah Gemerlapan 
Mengusir Kabut Hitam 
Menggugah Kaum Muslimin 
Tinggalkan Peraduan 

Lihatlah Matahari Telah Tinggi 
Di Ufuk Timur Sana 
Seruan Illahi Rabbi 
Samina Wa Atthona 

Ya Allah Tuhan Rabbiku 
Muhammad Junjunganku 
Al Islam Agamaku 
Muhammadiyah Gerakanku 


* Sang Surya Tiada Henti Menyinari Negeri *
___Milad 1 Abad Muhammadiyah_____

Kamis, 18 Oktober 2012

Mengukur Sejauh Mana Keimanan Kita?

Assalamu'alaikum Wr Wb 

Apa kabar saudaraku semua?semoga Allah selalu melimpahkan nikmat iman,islam dan kesehatan serta rezeki Nya kepada kita semua agar kita senantiasa bersyukur dan memuji semua kebesaran dan anugerah allah SWT..

sedikit menyampaikan amanah sebagai manusia karena kita semua mempunyai kewajiban untuk berdakwah.

 

Apakah pernah kalian  merasa iman kita benar-benar kuat?sehingga pada saat kondisi itu hati dan fikiran kita  tenang dan merasa benar bahkan yakin Allah SWT sayang kepada kita?

kemudian Apakah pernah kalian merasa iman kita sangatlah lemah?bahkan pada saat kondisi itu kita seakan akan tidak mempunyai daya dan berfikir negatif bahwa Allah tidak sayang kepada kita?

 

ketahuilah saudaraku ,semua kondisi itu pasti pernah kita alami. alangkah beruntung bagi orang yang selalu memperbaiki semangatnya dalam setiap pergantian waktu dan menemukan Allah dalam setiap langkahnya. tetapi alangkah meruginya bagi orang yang apabila kebaikan sudah datang menghampirinya tetapi orang itu menolak bahkan menutup dirinya dari kebaikan itu. mengutip hadist Rosululloh " Apabila kalian mendapatkan kesempatan untuk berbuat baik, maka Segerakanlah "

 

kondisi di atas juga pernah dialami pada masa Rosululloh 

Dari abu rib'i handzalah bin robi' al usayyidiy; salah seorang sekretaris rasulullah saw ia berkatal saya bertemu dengan abu bakar  ra, kemudian ia bertanya ; bagaimanakah keadaanmu hai handzalah? saya menjawab; handzalah kini telah munafik, Abu bakar berkata, SUBHANALLAH apa yang kamu katakan ? saya menjelaskan ; kalau kami dihadapan rasulullah saw , kemudian beliau menceritakan tentang surga dan neraka, maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami, tetapi bila kami pergi dari beliau dan bergaul dengan istri dan anan-anak serta mengurusi berbagai  urusan  maka kami sering lupa ; abu bakar berkata ;Demi Allah kami juga begitu , kemudian saya dan abu bakar pergi menghadap rasulullah saw, lalu saya berkata; wahai rasulullah , handzalah telah munafik,Rasulullah saw bertanya ; mengapa demikian ? Saya berkata; Wahai rasulullah , apabila kami berada di hadapanmu kemudian engkau menceritakan neraka dan surga maka seakan-akan kami melihat dengan mata kepala kami, tetapi bila kami pergi dari beliau dan bergaul dengan istri dan anan-anak serta mengurusi berbagai  urusan  maka kami sering lupa; maka rasulullah saw bersabda; demi zat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, seandainya kamu tetap sebagaimana keadaanmu di hadapanku dan mengingatnya niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu di tempat tidurmu dan di jalan, tetapi hai handzalah sesaat, dan sesaat, beliau mengulanginya sampai tiga kali (HR Muslim)

 

Mudah-mudahan kita selalu istiqomah di jalan Allah serta di beri kekuatan untuk menjauhi segala laranganNya.

Amiinn....


- Fastabiqul Khoirot _

Selasa, 02 Oktober 2012

Pentingnya Mengingat ( Berdzikir ) Kepada ALLAH Dalam Kehidupan Sehari-hari



بسم الله الرحمن الرحيم
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا(41)وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا(42)هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا(43)
Artinya:
41) Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42) Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. 43) Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ahzab/33:41-44)
Para ulama membagi mengingat Allah itu ke dalam 3 kelompok yaitu: Pertama, ingat Allah dengan hati (zikr bi al-qalb). Kedua, ingat Allah dengan lidah (zikr bi al-lisan), dan ketiga ingat Allah dengan anggota badan (zikr bi al-af’al)
II
Pertama, ingat Allah dengan hati (zikr bi al-qalb) adalah menyadari dengan sangat mendalam bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita. Dengan demikian jika kita mengerjakan sesuatu, kita kerjakan dengan kesadaran penuh bahwa Allah beserta kita, Allah menyertai kita, Allah mengawasi kita dan Allah memperhitungkan perbuatan kita. Allah berfirman: “Dan Dia bersamamu di manapun kamu berada. Dan Allah Maha Mengetahui tentang segala sesuatu yang engkau kerjakan.” (QS. Al-Hadid/57: 4). Jika Allah selalu bersama kita, maka kita akan selalu merasa tentram. Allah berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Al-Ra’du/13: 28). Ketentraman itu bagaikan anak kecil yang berhenti menangis karena berhasil didekap ibunya, kedekatan psikologis.
Orang yang hatinya tentram berarti merasakan surga dunia, karena surga merupakan simbol kenikmatan. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa kata surga itu diungkap dengan al-jannah dalam bahasa Indonesia artinya kebun. Bukan hanya sekedar kebun tapi kebun tajri min tahtiha al-al-har dalam bahasa Arab artinya beberapa sungai mengalir di bawahnya, begitu adem, nyaman, dan menyenangkan.
Sebaliknya orang yang hatinya tidak tentram berarti merasakan neraka dunia, karena neraka merupakan simbol ketidaknikmatan. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa kata neraka itu diungkap dengan al-nar dalam bahasa Indonesia artinya api. Api itu panas, tidak adem, tidak nyaman, dan tidak menyenangkan.
Supaya kita selalu merasakan ketenangan, agama menawarkan antara lain dengan shalat. Allah berfirman: “Tegakkanlah shalat untuk mengingatku.” (QS. Thaha/20:14). Kita usahakan shalat itu pertama, di awal waktu; kedua, berjamaah, dan ketiga di masjid/mushalla.
III
Kedua, ingat Allah dengan lidah (zikr bi al-lisan) adalah mengucapkan kata atau kalimat yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Kata atau kalimat itu antara lain adalah subhanallah, al-hamdulillah, la ilaha illallah, Allahu Akbar, la haula wal quwwata illa billahil aliyyil ‘azhim dan lain sebagainya. Ada ungkapan mengatakan kalimat yang baik itu adalah sedekah. Artinya bila mengucapkannya setiap hari, berarti setiap hari pula kita sudah bersedekah.
Namun tidak hanya sekedar ucapan yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW saja, sebab efek dari antara lain ucapan di atas baru untuk kita, hubungan vertikal, belum lagi untuk orang lain, bukankah kita ini hidup bermasyarakat, hubungan horizontal. Menurut Aristoteles, seorang Filosof Yunani, manusia itu adalah “zoon politicon”, makhluk social, bermasyarakat. Oleh karenanya kata atau kalimat tersebut harus kita terjemahkan dalam kehidupan. Terjemahan itu dalam bentuk memelihara lidah dan tangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang menyebabkan orang-orang Islam (yang lain) selamat dari lidah dan dan tanggannya.” (HR. al-Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasa’i, Ahmad, dan al-Darimiy dari Abdullah ibn Umar).
Dalam hadis di atas kenapa disebutkan hanya lidah dan tangan? Bukankah ada anggota tubuh yang lain. Dalam teori metodologi pemahaman hadis disebutkan bahwa kedua anggota badan ini sangat aktif menyakiti manusia. lidah merupakan simbol anggota badan yang sangat aktif menyakiti non pisik manusia, seperti menggunjing, dan lain sebagainya, sedangkan tangan merupakan simbol anggota badan yang sangat aktif menyakiti pisik manusia seperti mencubit, memukul, menendang, atau mengambil hak orang lain dan sebagainya.
III
Ketiga ingat Allah dengan anggota badan (zikr bi al-af’al) adalah di manapun kita berada, selalu bekerja dan di tempat yang diridhai Allah. Untuk selalu bekerja yang diridhai oleh Allah, sebagai ilustrasi ketika Nabi berjalan di sebuah pasar, ia melihat ada salah seorang saudagar yang dicurigai oleh Nabi melakukan kecurangan. Oleh karena itu untuk mentesnya, Nabi membenamkan tangannya ke barang dagangan saudagar tadi, kemudian tangan itu diangkat, setengah ke bawah tanggannya basah. Lalu Nabi bersabda: “man ghassa falaisa minna” siapa yang mengicuh dalam berbisnis, maka ia bukan termasuk umatku (HR. al-Bukhariy, Muslim, al-Tirmiziy, Ibn Majah, dan Ahmad)
Terhadap selalu berada di tempat yang diridhai Allah, sebab kita tidak tahu kapan napas kita berhenti. Allah berfirman: “Sesungguhnya hanya pada sisi Allah saja pengetahuan tentang hari kiamat. Dia-lah yang menurunkan hujan; Mengetahui apa yang berada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok; Tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” (QS. Lukman/31: 34).
Jika ajal datang kepada kita pada saat di tempat yang diridhai Allah, maka ada indikasi kita wafat dalam husnul khatimah (akhir yang baik). Tetapi sebaliknya jika ajal datang kepada kita pada waktu kita berada di tempat maksiat, maka ada indikasi kita wafat dalam su’ul khatimah (akhir yang tidak baik).
IV
Jika kita sudah ingat Allah dengan hati, ingat Allah dengan lidah, dan ingat Allah dengan anggota badan, maka Allah akan memberi rahmat kepada kita juga malaikat-Nya memohonkan ampunan untuk kita, supaya Allah mengeluarkan kita dari kesulitan kepada kemudahan, dari kesempitan kepada kelapangan, dari kebodohan kepada kepintaran dan kecerdasan, dan dari kemiskinan kepada kekayaan.
Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.
Oleh: Muslim, M.Ag.
(Dosen/Ketua Jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang)



Sabtu, 01 September 2012

MASTA PK IMM FT UHAMKA

Assalamu'alaikum Wr Wb
Selamat datang Mahasiswa baru Fakultas Teknik Uhamka Periode 2012-2013
calon kader penerus perjuangan bangsa,negara& Agama..
proses saling mengenal satu sama lain merupakan pintu menuju pengenalan yang lebih jauh dengan secara sadar menyadari bahwasanya secara sunnatullah antara manusia satu dengan yang lainnya pastilah berbeda bentuk,ras maupun bahasa. akan tetapi pada persfektif Islam bukanlah merupakan persoalan prinsip, sebagaimana sabda Nabi Muhamad SAW bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk dan fostur tubuh kalian akan tetapi sesungguhnya amal dan Hati kalian yang Allah lihat ( Hadist ).
MASTA ( Masa Ta'aruf ) yang dilakukan oleh Pimpinan Komisariat IMM Fakultas Teknik Uhamka dalam rangka menyambut mahasiswa baru fakultas teknik mengusung tema " Mewujudkan Komitmen Akademisi Islam Yang Berakhlaq Mulia dan Berjiwa Sosial ".
dengan konsep Religiusitas dan Humanitas diharapkan agar tercapainya akademisi-akademisi dari fakultas teknik yang taat terhadap nilai-nilai agama serta menyadari bahwa di lingkungan mereka kuliah haruslah kita mengenal juga kehidupan bermasyarakat khususnya di sekitar kampus.
IMM sudah sangatlah haus akan nilai-nilai agama ataupun moral-moral kualitas para kader nya yang tidak mencerminkan seorang muslim. oleh sebab itu di mulai dari komisariat khususnya fakultas teknik Uhamka mencoba untuk mewujudkan segala aspek nilai-nilai islam seperti diadakan nya pengajian,dakwah (kultum), menyantuni fakir miskin dan Dhuafa. dengan adanya kegiatan MASTA ini di jadikan momentum bagi komisariat teknik untuk membangun fakultas islami.
selain acara perkenalan dan ramah tamah menyambut mahasiswa baru,pada Masta kali ini PK IMM FT UHAMKA mengadakan kegiatan Bakti sosial kepada Masyarakat di sekitar Jatayu.dengan berharap agar semua mahasiswa fakultas teknik merangkul semua yang ada di sekitar dengan cara berbagi terhadap sesama seperti yang selalu di katakan dalam hadist Nabi " Sebaik-baik kalian adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain ( sekitarnya )
Mudah-mudahan apa yang telah kami usahakan menjadi sangatlah bermanfaat dengan mengharap bernilai keikhlasan dari Allah SWT.

kami berharap Ayahanda,Kakanda,Adinda immawan/ti ataupun para simpatisan yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan ini kami harapkan kehadirannya pada
Hari Senin,3-4 September 2012 bertempat di lt.6 Kampus A Uhamka
semoga dukungan do'a ataupun materil yang telah disalurkan menjadikan tabungan kita buat di akhirat kelak..amiiin
Ikhlas Beramal Dalam Bakti Abadi Perjuangan Kami
fastabiqul Khoirot
Wassalamu'alaikum Wr Wb

IMM Jaya..

* Salam BPH PK IMM FT UHAMKA






Kamis, 30 Agustus 2012

MASTA IMM PK IMM FT UHAMKA JAKSEL

Masta (Masta Ta'aruf) masa perkenalan kepada mahasiswa baru untuk akrab kepada teman-teman baru, pengurus IMM. Mengenalkan mahasiswa baru untuk mengetahui Ke-IMM-an, Kemuhammadiyaan, Humanitas, dan Al-Islam. 

Barang Bawaan Peserta: 
- ATK (Pulpen, Buku, & Penggaris) 
- Perlengkapan shalat 
- Al-Qur'an
- Air Mineral 1,5 lt 
- Obat-obatan pribadi 
- Karton warna merah 
- Spidol warna kelompok: 
  • Hitam 
  • Kuning 
  • Hijau
Catatan pilih salah satu. 
- Makanan favorit. 
- Tali warna merah 

Pakaian/Dresscode: 

Laki-laki 

- Peci merah
- Hari Pertama : Baju Koko warna putih
   Hari Kedua    : Batik 
- Celana bahan hitam 
- Sarung 
- Sepatu 

Wanita 

- Kerudung merah 
- Hari Pertama : Baju/kemeja putih (tidak ketat) 
  Hari Kedua    : Batik 
- Selendang 
- Rok bahan hitam (tidak ketat) 
- Sepatu 

Barang Bawaan Kelompok 

- Minyak 1lt 
- Gula 1kg 
- Beras 5lt 
- Mie Instant 5 bungkus 
- Teh 1pack 

*Kerjasama buat kumpulin barang-barang kelompk. Barang ini untuk bakti sosial kita ke Masyarakat. 

Kumpul jam 07:00 pagi ya teman-teman ^_^ di UHAMKA Limau II 

CP:
Riva'i : 08577891565 
Fitri : 089692450573 

Join grup Facebook Masta IMM FT UHAMKA 2012 
http://www.facebook.com/groups/460700413963386/ 
Follow @immftuhamka 

Sabtu, 25 Agustus 2012

Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus

Mungkin sedikit terlambat untuk memposting ini tapi bagaimana harus meluruskan sejarah bangsa Indonesia terutama dibulan agustus. Agustus ini dimana saat  bangsa kita memproklamirkan setelah 17 tahun (28/10/1928 - Sumpah Pemuda) layaknya manusia saat menginjak umur 17 tahun harus menentukan masa depannya dan harus mandiri. Sama seperti halnya dengan bangsa Indonesia menentukan kedepannya atau merdeka. 
Proklamasi=menyampaikan/memberitahukan kabar gembira sebagaimana PARA RASUL2 dan PARA PEMIMPIN diutus oleh Allah ke muka bumi adalah untuk "MENYAMPAIKAN KABAR GEMBIRA dan MEMBERI PERINGATAN" kepada bangsanya dimuka bumi.
Orang-orang menganggap 17 Agustus 1945 sebagai HUT RI seharusnya ialah HUT Proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia. 

Mari kita simak penggalan teks proklamasi. 

PROKLAMASI 

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 

Jakarta, tanggal17 Bulan Agustus Tahun 1945 
Atas nama bangsa Indonesia 
Soekarno - Hatta  

Setelah kita menyimak teks proklamasi diatas adakah penggalan kata "negara". Penggalan teks proklamasi mengatasnamakan "bangsa". Faktnya ialah. 
  • Pada saat teks Proklamasi. Dibacakan, Republik Indonesia Beluma ada.
  • Pada saat teks proklamasi dibacakan Ir. Sukarno dan Drs Moh. Hatta belum menjadi Presiden dan wakil presiden Republik Indonesia sebab Negara belum didirikan pada hari itu.
  • Teks Proklamasi secara jelas menyatakan bahwa Kemerdekaan di. nyatakan oleh Bangsa Indonesia dan atas Nama Bangsa Indonesia, Bukan Negara Republik Indonesia.
  • Proklamasi 17 Agustus 1945 ialah Pernyataan Kemerdekaan sebagai Bangsa, Bukan Deklarasi Negara.
  • Republik Indonesia baru didirikan pada 18 Agustus 1945 ketika UUD'45 di sahkan dan Ir. Sukarno bersama Drs. Moh Hatta diangkat sbgai Presiden dan Wakil Presiden RI. - Pernyataan 17 Agustus sbagai HUT RI ialah pesanan Kerajaan Belanda agar terbebas dari tuntutan Genosida akibat Agresi Militer 1 dan 2.
Mari kita luruskan sejarah bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia Maka sampaikanlah kabar gembira ini bahwa kita sebagai bangsa berkodrat diperintahkan harus merdeka "Terangkat Harkat dan Martabat Hidupnya oleh Allah SWT".

Pertanyaanya apakah kita sebagai bangsa sudah merdeka???? 

Bidang Hikmah 
PK IMM FT UHAMKA JAKSEL

Sumber: Berbagai pertemanan akun Facebook personal dan hasil diskusi.

Jumat, 27 Juli 2012

Siapakah orang-orang yang merugi di Bulan Ramadhan?

Assalamu'alaikum Wr Wb
Marhaban Yaa Ramadhan Marhaban Yaa Syahru Shiyaam
Semoga selalu ada iman dalam hati,keteguhan dalam berikrar dan kesempatan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Shalawat serta salam tak lupa terus kita haturkan kepada Nabi kita Muhamad SAW,sebagai panutan,tuntunan dan cahaya dalam kehidupan di dunia ini karena berkat beliaulah kita bisa keluar dari zaman kegelapan menuju cahaya Allah SWT. tak lupa juga kepada para sahabat,tabi'in/Tabi'at,dan mudah-mudahan bisa sampailah kepada kita umat yang selalu berharap mendapatkan syafaat dari beliau di akhirat kelak.
ramadhan adalah bulan yang penuh berkah,bulannya semua umat islam yang beriman untuk berlomba-lomba dalam segala kebaikan. pada bulan ini segala macam perbuatan tidak ada yang sia-sia asalkan dengan mengharapkan ridha Allah dan keimanan yang kuat,Allah akan melipat gandakan semua pahala kita dan mengampuni seluruh dosa-dosa kita.

Jadi siapakah orang yang tidak berbahagia dengan datang nya bulan ramadhan?

Alangkah rugi nya orang-orang yang tidak mengetahui keistimewaan bulan ramadhan,pada kesempatan kali ini kami akan mengutip dari salah satu hadist yang diriwayatkan oleh (HR Ahmad)


' Rasulullah Saw menaiki mimbar (untuk berkhotbah). Menginjak anak tangga (tingkat) pertama beliau mengucapkan, “Aamin”, begitu pula pada anak tangga kedua dan ketiga. 
Seusai shalat para sahabat bertanya, “Mengapa Rasulullah mengucapkan “Aamin”? Beliau lalu menjawab, “Malaikat Jibril datang dan berkata, “Kecewa dan merugi seorang yang bila namamu disebut dan dia tidak mengucap shalawat atasmu” lalu aku berucap “Aamin
.” Kemudian malaikat berkata lagi, “Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan hidup bersama kedua orang tuanya tetapi dia tidak sampai bisa masuk surga.” Lalu aku mengucapkan “aamin”. 
Kemudian katanya lagi, “Kecewa dan merugi orang yang berkesempatan (hidup) pada bulan Ramadhan tetapi tidak terampuni dosa-dosanya.” Lalu aku mengucapkan “Aamin.” (HR. Ahmad) '

Subhanallah,betapa rugi nya orang-orang yang tidak mengetahui segala keistimewaan-keistimewaan selama bulan suci ramadhan. Akhirnya penulis menghimbau kepada kita semua untuk terus bersama-sama selalu memperbaiki diri dan berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan khususnya di bulan ramadhan ini sebagaimana dalam hadist disebutkan :
Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala (keridhoan) Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu. (HR. Bukhari)
semoga segala pada ramadhan ini kita diberikan kesehatan dan kesempurnaan nikmat sehingga kita dapat menjalani bulan Ramadhan ini dengan penuh khidmat dan Taqarrub kepada Allah SWT.


kami Pimpinan Komisariat Fakultas Teknik memohon maaf apabila ada khilaf yang disengaja ataupun tanpa kami sadari, mudah-mudahan Ramadahan kali ini sebagai pendidikan bagi kita semua untuk menjadi insan yang utama,pribadi yang berakhlaqul Karimah dan menjadi orang-orang yang bertaqwa serta istiqomah dalam ketaqwaan nya..Amiin..
Billahi fii sabililhaq fastabiqul khoirot


Wassalamu'alaikum Wr Wb


IMM Jaya.....!!!!!

Minggu, 01 Juli 2012

Mengenal sosok istri Nabi Muhammad SAW : Zainab binti Jahsyi

Ummul mukminin Zainab binti Jahsy bin Rabab bin Ya`mar. Ibu beliau bernama Umayyah binti Muththalib paman dari paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada mulanya nama beliau adalah Barra’, namun tatkala diperistri oleh Rasulullah beliau diganti namanya dengan Zainab.[52]
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melamarnya untuk budak beliau yakni Zaid bin Haritsah (kekasih Rasulullah dan anak angkatnya), maka Zainab dan juga keluarganya tidak berkenan. Rasulullah bersabda kepada Zainab, ‘Aku rela Zaid menjadi suamimu.” Maka Zainab berkata, “Wahai Rasulullah akan tetapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah wanita terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya. Maka turunlah firman Allah:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).
Akhirnya Zainab mau menikah dengan Zaid karena taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, konsekuen dengan landasan Islam yaitu tidak ada kelebihan antara satu orang dengan orang yang lain melainkan dengan takwa.
Akan tetapi kehidupan rumah tangga tersebut tidak harmonis, ketidakcocokkan mewarnai rumah tangga yang terwujud karena perintah Allah yang bertujuan untuk menghapus kebiasaan-kebiasaan dan hukum-hukum jahiliyah dalam perkawinan.
Tatkala Zaid merasakan betapa sulitnya hidup berdampingan dengan Zainab, beliau mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan problem yang dihadapi dan memohon izin kepada Rasulullah untuk menceraikannya. Namun beliau bersabda:
“Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah.”
Padahal beliau mengetahui betul bahwa perceraian pasti terjadi, dan Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak kandung. Hanya saja Rasulullah tidak memberitahukan kepada dia ataupun kepada yang lain sebagaimana tuntutan syar`i, karena beliau khawatir manusia terlebih-lebih orang­-orang musyrik akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya:
“Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih kamu takuti. Maka tatkala Zaid yang telah mengakhiri ke­perluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini (istri-istri anak-anak angkat itu) apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. ” (QS. al-Ahzab: 37).
Al-Waqidi dan yang lain menyebutkan bahwa ayat ini turun manakala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbincang-bincang dengan Aisyah tiba-tiba beliau pingsan. Setelah bangun, beliau tersenyum seraya bersabda, “Siapakah yang hendak memberikan kabar gembira kepada Zainab?”, kemudian beliau membaca ayat tersebut. Maka berangkatlah seorang pemberi kabar gembira kepada Zainab untuk memberikan kabar gembira kepadanya, ada yang mengatakan bahwa Salma pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang membawa kabar gembira tersebut. Adapula yang mengatakan bahwa yang membawa kabar gembira tersebut adalah Zaid sendiri.[53]Ketika itu beliau langsung membuang apa yang di tangannya kemudian sujud syukur kepada Allah.
Begitulah, Allah Subhanahu menikahkan Zainab radhiyallahu ‘anha dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya, tanpa wali, dan tanpa saksi, sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab di hadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Beliau berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya.” Dan dalam riwayat lain, “Allah telah menikahkanku di langit.” Dalam riwayat lain, “Allah menikahkanku dari langit yang ketujuh. ” [54] Dan dalam sebagian riwayat yang lain, “Aku lebih mulia dari kalian dalam hal wali dan yang paling mulia dalam hal wakil, kalian dinikahkan oleh orang tua kalian sedangkan aku dinikahkan oleh Allah dari langit yang ketujuh. [55]
Zainab radhiyallahu ‘anha adalah seorang wanita shalihah, bertakwa dan tulus imannya, hal itu dinyatakan sendiri oleh Sayyidah Aisyah tatkala berkata, “Aku tidak melihat seorangpun yang lebih baik diennya dari Zainab, lebih bertakwa kepada Allah, dan paling jujur perkataannya, paling banyak menyambung silaturrahim, dan paling banyak shadaqah, paling bersungguh-sungguh dalam beramal dengan jalan shadaqah dan taqarrub kepada Allah A.” [56]
Beliau radhiyallahu ‘anha adalah seorang wanita yang mulia dan baik. Beliau bekerja dengan kedua tangannya, beliau menyamak kulit dan menyedekahkannya di jalan Allah yakni beliau bagi-bagikan kepada orang­orang miskin. Tatkala Aisyah mendengar berita wafatnya Zainab beliau berkata, “Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda.” Kemudian beliau berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para istrinya:
“Orang yang paling cepat menyusulku di antara kalian adalah yang paling panjang tangannya…”
Maka apabila kami berkumpul, sepeninggal beliau kami mengukur tangan kami di dinding, untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang dimaksud dengan panjang tangan adalah banyak sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah .[57]
Ajal menjemput beliau pada tahun 20 Hijriyah pada saat berumur 53 tahun. Amirul mukminin Umar bin Khaththab, turut menshalatkan beliau. Penduduk Madinah turut mengantarkan jenazah Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy hingga ke Baqi’. Beliau adalah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pertama kali wafat setelah wafatnya Rasulullah . Semoga Allah merahmati wanita yang paling mulia dalam hal wali dan wakil, dan yang paling panjang tangannya.
Foot Note:
[52]. Shahih Muslim, no. 2143 pada kitab Adab tentang: Dianjurkan Mengganti Nama yang Buruk Menjadi Baik dan Perubahan Nama Barra’ Menjadi Zaenab dan Juwairiyah.
[53] Lihat Shahih Muslim pada kitab an-Nikah bab: Pernikahan Zaenab binti Jahsy, Turunnya Perintah Hijab dan Diperintahkannya Walimatul ‘Urs, no. 1428. An-Nasa’i pada kitab an-Nikah bab: Do’a Seorang Wanita Apabila Dipinang (VI/79).
[54] HR. al-Bukhari dalam at-Tauhid pada bab: Dan Adalah ‘Arsy-Nya Di atas Air (VIII/176) dan dalam Tafsir Surat al-Ahzdab. At-Tirmidzi dalam at-Tafsir pada bab: Di Antara Surat al-Ahdzab, no. 3212. Dan an-Nasa’i dalam bab: Do’a Seorang Wanita Apabila Dipinang (VI/80).
[55] Thabaqat Ibnu Sa’ad (VIII/73), al-Istii’ab (IV/1851) dan al-Ishabah (VIII/192).
[56] As-Samthuts Tsamin no. 110, al-Istii’ab (IV/1851) dan al-Ishabah (VIII/93).
[57] HR. Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat (VIII/108) dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (IV/25) dan dishahihkan serta disetujui oleh adz-Dzahabi. Muslim juga meriwayatkan yang seperti hadits ini dalam Fadha’ilush Shahabah pada bab: Keutamaan Ummu Salamah Ummul Mukminin, no. 2452.
Sumber: “Mereka Adalah Para Shahabiyat [Nisaa’ Haular Rasul], Mahmud Mahdi al Istambuli & Musthafa Abu An Nashir Asy Syalabi, Penerbit at-Tibyan, Hal.76-79