Selasa, 02 Oktober 2012

Pentingnya Mengingat ( Berdzikir ) Kepada ALLAH Dalam Kehidupan Sehari-hari



بسم الله الرحمن الرحيم
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا(41)وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا(42)هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا(43)
Artinya:
41) Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42) Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. 43) Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS. Al-Ahzab/33:41-44)
Para ulama membagi mengingat Allah itu ke dalam 3 kelompok yaitu: Pertama, ingat Allah dengan hati (zikr bi al-qalb). Kedua, ingat Allah dengan lidah (zikr bi al-lisan), dan ketiga ingat Allah dengan anggota badan (zikr bi al-af’al)
II
Pertama, ingat Allah dengan hati (zikr bi al-qalb) adalah menyadari dengan sangat mendalam bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita. Dengan demikian jika kita mengerjakan sesuatu, kita kerjakan dengan kesadaran penuh bahwa Allah beserta kita, Allah menyertai kita, Allah mengawasi kita dan Allah memperhitungkan perbuatan kita. Allah berfirman: “Dan Dia bersamamu di manapun kamu berada. Dan Allah Maha Mengetahui tentang segala sesuatu yang engkau kerjakan.” (QS. Al-Hadid/57: 4). Jika Allah selalu bersama kita, maka kita akan selalu merasa tentram. Allah berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.” (QS. Al-Ra’du/13: 28). Ketentraman itu bagaikan anak kecil yang berhenti menangis karena berhasil didekap ibunya, kedekatan psikologis.
Orang yang hatinya tentram berarti merasakan surga dunia, karena surga merupakan simbol kenikmatan. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa kata surga itu diungkap dengan al-jannah dalam bahasa Indonesia artinya kebun. Bukan hanya sekedar kebun tapi kebun tajri min tahtiha al-al-har dalam bahasa Arab artinya beberapa sungai mengalir di bawahnya, begitu adem, nyaman, dan menyenangkan.
Sebaliknya orang yang hatinya tidak tentram berarti merasakan neraka dunia, karena neraka merupakan simbol ketidaknikmatan. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa kata neraka itu diungkap dengan al-nar dalam bahasa Indonesia artinya api. Api itu panas, tidak adem, tidak nyaman, dan tidak menyenangkan.
Supaya kita selalu merasakan ketenangan, agama menawarkan antara lain dengan shalat. Allah berfirman: “Tegakkanlah shalat untuk mengingatku.” (QS. Thaha/20:14). Kita usahakan shalat itu pertama, di awal waktu; kedua, berjamaah, dan ketiga di masjid/mushalla.
III
Kedua, ingat Allah dengan lidah (zikr bi al-lisan) adalah mengucapkan kata atau kalimat yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW. Kata atau kalimat itu antara lain adalah subhanallah, al-hamdulillah, la ilaha illallah, Allahu Akbar, la haula wal quwwata illa billahil aliyyil ‘azhim dan lain sebagainya. Ada ungkapan mengatakan kalimat yang baik itu adalah sedekah. Artinya bila mengucapkannya setiap hari, berarti setiap hari pula kita sudah bersedekah.
Namun tidak hanya sekedar ucapan yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW saja, sebab efek dari antara lain ucapan di atas baru untuk kita, hubungan vertikal, belum lagi untuk orang lain, bukankah kita ini hidup bermasyarakat, hubungan horizontal. Menurut Aristoteles, seorang Filosof Yunani, manusia itu adalah “zoon politicon”, makhluk social, bermasyarakat. Oleh karenanya kata atau kalimat tersebut harus kita terjemahkan dalam kehidupan. Terjemahan itu dalam bentuk memelihara lidah dan tangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang menyebabkan orang-orang Islam (yang lain) selamat dari lidah dan dan tanggannya.” (HR. al-Bukhariy, Muslim, Abu Dawud, dan al-Nasa’i, Ahmad, dan al-Darimiy dari Abdullah ibn Umar).
Dalam hadis di atas kenapa disebutkan hanya lidah dan tangan? Bukankah ada anggota tubuh yang lain. Dalam teori metodologi pemahaman hadis disebutkan bahwa kedua anggota badan ini sangat aktif menyakiti manusia. lidah merupakan simbol anggota badan yang sangat aktif menyakiti non pisik manusia, seperti menggunjing, dan lain sebagainya, sedangkan tangan merupakan simbol anggota badan yang sangat aktif menyakiti pisik manusia seperti mencubit, memukul, menendang, atau mengambil hak orang lain dan sebagainya.
III
Ketiga ingat Allah dengan anggota badan (zikr bi al-af’al) adalah di manapun kita berada, selalu bekerja dan di tempat yang diridhai Allah. Untuk selalu bekerja yang diridhai oleh Allah, sebagai ilustrasi ketika Nabi berjalan di sebuah pasar, ia melihat ada salah seorang saudagar yang dicurigai oleh Nabi melakukan kecurangan. Oleh karena itu untuk mentesnya, Nabi membenamkan tangannya ke barang dagangan saudagar tadi, kemudian tangan itu diangkat, setengah ke bawah tanggannya basah. Lalu Nabi bersabda: “man ghassa falaisa minna” siapa yang mengicuh dalam berbisnis, maka ia bukan termasuk umatku (HR. al-Bukhariy, Muslim, al-Tirmiziy, Ibn Majah, dan Ahmad)
Terhadap selalu berada di tempat yang diridhai Allah, sebab kita tidak tahu kapan napas kita berhenti. Allah berfirman: “Sesungguhnya hanya pada sisi Allah saja pengetahuan tentang hari kiamat. Dia-lah yang menurunkan hujan; Mengetahui apa yang berada dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok; Tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal.” (QS. Lukman/31: 34).
Jika ajal datang kepada kita pada saat di tempat yang diridhai Allah, maka ada indikasi kita wafat dalam husnul khatimah (akhir yang baik). Tetapi sebaliknya jika ajal datang kepada kita pada waktu kita berada di tempat maksiat, maka ada indikasi kita wafat dalam su’ul khatimah (akhir yang tidak baik).
IV
Jika kita sudah ingat Allah dengan hati, ingat Allah dengan lidah, dan ingat Allah dengan anggota badan, maka Allah akan memberi rahmat kepada kita juga malaikat-Nya memohonkan ampunan untuk kita, supaya Allah mengeluarkan kita dari kesulitan kepada kemudahan, dari kesempitan kepada kelapangan, dari kebodohan kepada kepintaran dan kecerdasan, dan dari kemiskinan kepada kekayaan.
Wa Allahu A’lam bi al-Shawab.
Oleh: Muslim, M.Ag.
(Dosen/Ketua Jurusan Tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar