Kamis, 20 Desember 2012

KERANGKA PENGERTIAN ( DEFINISI ) اللَّه “ALLAH”

1. ALLAH adalah Nama Perwujudan.
Para pembaca yang saya muliakan, kalau kita berbicara soal Kebathinan, Kejiwaan & Kerochanian, ini semua tidak terlepas dari soal Ketuhanan karena :
  • Tuhan (Allah) Sumber dari Segala Sumber;
  • Tuhan Maha Bisa;
  • Tuhan Serba Ada;
  • Tuhan Pengasih Penyayang dan Maha Pengampun.
Berikutnya, maka saya akan menyampaikan kepada para pembaca, Pengertian-Pengertian “Kekeluargaan” tentang ALLAH atau Jelasnya :
KONSEP TENTANG TUHAN ATAU ALLAH
Sebelumnya, maka akan saya dahului dengan pengertian-pengertian Dasar. Tuhan itu artinya Sesembahan, Yang di Sembah, Yang di Agungkan. Tuhan saya adalah Allah, berarti dan dapat diartikan :
  • Pertama, yang saya Sembah ialah ALLAH,
  • Kedua, yang saya Agungkan adalah ALLAH,
  • Ketiga, tempat saya Meminta dan Mengabdi adalah ALLAH.
Tiap-tiap perwujudan mempunyai kerangka dan batas-batas. Jika ada seseorang menyebutkan sesuatu Nama, akan tetapi ia tidak dapat memberikan kerangka pada nama itu, maka pengetahuannya akan nama yang disebutkannya itu hanya khayalan atau kira-kira belaka. Pengertian ini juga dapat dijadikan ukuran keimanan terhadap apa yang diketahuinya, apalagi yang ia yakini.
Kita menyebut nama “ALLAH”, kita sama-sama yakin adanya Allah, maka kita harus dapat membuktikan dan dapat memberikan kerangka pada nama “ALLAH” tersebut.
2. Arti Perkataan “ALLAH”.
Didalam sastra Arab, pernah kita temukan uraian sebagai berikut :
Ilah, berarti : Tuhan, sesembahan atau yang disembah. Allah, berasal dari kata-kata “AL” dan “ILAH”, disingkat menjadi “ALLAH” yang berarti, Maha Sesembahan.
Dengan demikian maka ALLAH adalah sesembahannya yang tertinggi, ialah sesembahannya dari segala sesuatu yang ada didalam dan bagi / untuk Hidup, Kehidupan dan Penghidupan. Allah adalah tempat pengabdian diri segala machluk.
Dengan pengertian pendahuluan ini, maka saya akan menguraikan konsepsi tentang Allah dengan pengertian-pengertiannya yang ditinjau dari berbagai sudut, sesuai dengan Alam Pikiran “Kekeluargaan”.
Saya bermaksud dan beritikad menguraikan Konsepsi tentang Allah ini kepada :
A. Pembaca yang saya muliakan sekarang ini :
  1. Yang mewakili Pimpinan Ormas-ormas, Kebathinan / Kejiwaan /Kerochanian dan Tergabung dalam PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Kejaksaan Tinggi Jakarta.
  2. Pemerintah Republik Indonesia lewat PAKEM Kejaksaan Tinggi Jakarta dan para Pejabat Pemerintah yang berwenang.
  3. Para Alim Ulama dari Golongan Agama yang disyahkan Pemerintah.
B. Nusa, Bangsa dan Negara pada umumnya.
C. Umat Islam pada Khususnya.
Saya mencoba menguraikan dengan kata-kata yang sesederhana mungkin dengan bantuan Kerangka atau Huruf (Arab- اللَّهِ ) “Allah”.
Bagi Alam Pikiran “Kekeluargaan”, didalam ijtihadjnya, maka Kerangka atau penyusunan atau tulisan (اللَّه) “ALLAH”, itu merupakan suatu kerangka yang mempunyai arti dan makna serta daya hidup dan yang menghidupkan. Segala sesuatu yang menyangkut tentang Hidup, Kehidupan dan Penghidupan, dapat dicarikan dasar-dasar hukumnya dan tergantung pula pada pemikiran, kewaspadaan, terjurus dari penyorotannya.
3. Dzat, Hidup dan 4 (empat) Unsur-unsur Pokok Perwujudan.
(Evolusi Kejadian)
Untuk mempermudah kita berbicara tentang apa yang tidak, marilah kita mencari jalan dari apa yang ada; yang saya maksud dengan yang ada ialah : Alam; penerangan tentang adanya Alam ini menurut Al Quran, surat Yunus ayat 3 (10:3) berbunyi :

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Tuhan Kamu ialah Allah yang menciptakan Langit dan Bumi dalam Enam hari, Kemudian Dia Bersemayam diatas Arasy (singgasana) untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberikan syafaat kecuali sesudah ada izinnya. Yang demikian itu ialah ALLAH, Tuhan kami maka sembahlah Dia. Apakah Kamu tidak mengambil Pelajaran?”
Ternyata dari penerangan ayat diatas, bahwa Alam ini terjadi tidak hanya dengan kata-kata “KUN” sekali jadi terus berwujud, tetapi dengan enam hari. Enam hari inipun tidak berarti enam hari letterlijk, tetapi enam phase (tingkatan atau tahapan yang berarti : Ber_Evolusi).
Jadi sebelum Alam ini ada, yaitu masih awang-awang atau kosong, yang ada ialah Dzat yang tidak seumpama apapun juga (Lihat : Jabar). Sebelum ada apa-apa di Alam ini, yang ada ialah Dzat : Dzat yang tidak seumpama apapun juga. Pengertian ini umumnya sudah diluar batas Pikir Manusia, dan kita mau tidak mau harus percaya. Dzat yang tiada seumpama apapun juga ini, Ada Dengan Sendirinya dan Terjadi Dengan Sendirinya.
Dzat yang tiada seumpama apapun pula, yang ada dengan sendirinya dan Jadi dengan Sendirinya itu dan mengadakan Hidup (lihat : Tasjid), Karena adanya Hidup, maka terjadilah adanya Gerak atau Getaran. Kesemuanya ini masih Ghaib. Getaran ini Hidup terus dan Menimbulkan Cahaya; Merah (lihat : Alif), Setelah Cahaya Merah, timbul Cahaya; Kuning (lihat : Lam Awal), Setelah Cahaya Kuning, timbul Cahaya; Putih (lihat : Lam Akhir), Setelah Cahaya Putih, Timbul Cahaya; Hitam (lihat : Ha)
Cahaya-cahaya tersebut telah dimengertikan Unsur-Unsur Pokok dari Setiap Perwujudan dengan Alam Hidup ini :
  • Cahaya Merah, diartikan : Unsur Api,.
  • Cahaya Kuning, diartikan : Unsur Angin,
  • Cahaya Putih, diartikan : Unsur Air,
  • Cahaya Hitam, diartikan : Unsur Bumi.
4. Allah dan Makhluk Allah.
Ke-Empat Cahaya tersebut (lihat : Alif, Lam, Lam, Ha), yang saling berbenturan karena adanya Gerak dan Getar (lihat : Tasjid), dengan diliputi oleh Dzat Yang Hidup (lihat : Jabar), keseluruhannya itulah baru menjadi Perwujudan yang dinamakan “ALLAH” (lihat : huruf اللَّه ).
Jadi, dari dzat yang tiada seumpama apapun juga (Jabar) sampai dengan apa yang kita lihat dadn berwujud ini (Allah) sudah satu. Tidak dan Ada adalah Satu, inilah yang dinamakan “ALLAH”. Jelasnya, seluruh Alam ini adalah Perwujudan dari yang tidak.
Kita semua ini adalah Perwujudan daripada Dzat dan Gerak/Getaran dari Empat Unsur Pokok, itulah menjadikan satu Perwujudan. Inilah yang dikatakan bahwa Tuhan dengan kita tidak ada antaranya lagi, seperti “Urat Leher dan Lehermu”.
Dengan adanya Perbenturan 4 (empat) Unsur Pokok ini terjadilah Alam seluruhnya dan terjadilah Machluk-machluk Hidup, mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Benturan-benturan, maupun perpaduan-perpaduan ke-Empat Unsur Pokok ini ada tingkatan-tingkatannya, dan demikianpun Perwujudan-perwujudan ada tingkatan-tingkatanya. Dari machluk-machluk yang terendah tingkatannya sampai dengan machluk-machluk yang tertinngi yaitu MANUSIA.
Kami jelaskan lagi uraian saya denga kata-kata lain :
Dari yang tidak (Jabar), lalu menjadi Gerak/Getaran (Tasjid). Dan karena Gerak/Getaran itu timbullah suatu Perwujudan, Allah namanya (lihat huruf اللَّه “Allah”)
Surat Al-Baqaroh ayat 115 (2:115)

فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ

“Maka Kemanapun Kamu Menghadap, disitulah Wajah Allah”.
Wajah Allah, ialah Perwujudan Allah yang kita lihat dan temukan. Yang tidak dan yang ada adalah merupakan Satu Kesatuan dan Persatuan Mutlak, Allah Namanya.
Dan dari Perwujudan-perwujudan yang kita jumpai dalam hidup, kehidupan dan penghidupan, ialah tidak lain Manusialah machluk yang tertinggi. Inilah yang dikatakan; Kita dengan Tuhan tiada Antaranya lagi.
Kalau saya umpamakan Dzat yang tiada antaranya lagi. Kalau saya umpamakan Dzat yang tiada seumpama apapun juga itu; Air, maka kita (perwujudan-perwujudan ini) adalah : Es.
Jadi, kita ini adalah merupakan Pembekuan daripada Dzat. Hidup kita adalah : Gerak atau Yang Hidup atau Hidup.
Gerak ini digerakkan oleh Yang Tidak Bergerak, ialah Dzat. Antara yang tidak bergerak dan yang bergerak adalah “SATU KESATUAN DAN PERSATUAN”.
Jadi, seluruh Alam ini adalah SATU PERWUJUDAN atau lebih tegas lagi SATU PEMBEKUAN dari TIDAK, diantara mana tidak ada batas-batas pemisahan sedikit juga dengan yang ADA. Kesemuanya ini adalah suatu perwujudan dari pada Allah (secara keseluruhan maupun secara sendiri), karena asalnya dari TIDAK menjadi ADA. Kita ini (perwujudan secara tersendiri), menurut Ajaran Agama adalah MACHLUK ALLAH. Machluk Manusia adalah Perwujudan yang Tertinggi dari setiap adanya Perwujudan dalam Hidup, Kehidupan dan Penghidupan, seperti diterangkan didalam surat Al-Maidah, ayat 3 (5:3) :

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu Agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu Nikmat-Ku, dan telah Ku-ridoi Islam itu menjadi Agama bagi kamu”.
Dalam Pandangan kita yang meluas kepada Macro-Cosmos, maka dapat saya berikan Pengertian :
Allah, adalah suatu Perwujudan yang berada didalam Wadah yang tidak bertepi dengan Dzat-Nya yang meliputi.
Jika pandangan kita menuju kepada Macro-Cosmos, terutama kepada Diri sendiri, maka kita hendaknya kembali kepada pengertian hakekat Tauhid, ialah Bahwa setiap Perwujudan adalah Perwujudan Allah. Pengertian akan hakekat Tauhid tersebut adalah dapat dijadikan dasar mutlak bagi pemberian pengertian akan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Demikianlah secara siingkat telah saya terangkan pengertian atau konsepsi tentang Allah dari “Kekeluargaan”, ditinjau dari sudut Hidup. Para Pujangga Arab, telah menentukan (dengan karunia Allah), kerangka atau tulisan Allah dengan susunan huruf-huruf Arab sebagaimana yang tercantum didepan hadirin sekalian.
Kerangka atau susunan huruf (اللَّهَ) Allah tersebut tidak akan berubah sepanjang zaman, karena Makna, Arti dan Daya yang Memancar dari Kerangka tersebut mempunyai Daya adanya Kesatuan Hukum-hukum Hidup, Kehidupan dan Penghidupan.
Umpamanya, Jabar dan Tasjidnya dihilangkan, sisa Alif, Lam, Lam, Ha, ini adalah Kerangka yang Mati, kerangka hampa yang tidak mempunyai Makna Arti dan Daya yang Hidup.
Demikianpun, jika Kerangka tersebut kita terjemahkan atau kita ganti dengan huruf atau bahasa lain, hampa rasanya.
Sebagaimana telah saya terangkan dimuka, susunan huruf atau lebih tepat kerangka “ALLAH” bagi kita semua mempunyai Makna, Arti dan Daya yang Hidup dan Menghidupkan.
Bagi saya khususnya, demikian adanya karena saya dapat memberikan penjelasan tentang Penyorotan Kerangka itu dari sudut :
  • Hidup;
  • Kehidupan;
  • Penghidupan;
  • Lahir – Bathin – Dunia – Acherat.
Kesemuanya digali dari yang tersurat dan tersirat pada Al Quran dan Hadist. Hal ini akan membutuhkan waktu yang khusus, dan semoga saya akan berkesempatan untuk berhadapan muka dan berdialog dengan hadirin sekalian dilain waktu.
PENUTUP
1. Wahyu dan Ilham.
Saudara-saudara pembaca sekalian.
Saya belum pernah mendapatkan Wahyu, karena Wahyu itu tidak ada lagi di Dunia ini. Pengertian Wahyu adalah apa-apa yang belum ada didunia ini, kemudian diadakan, tetapi sekarang kesemuanya sudah sempurna, sudah komplit. Jadi Manusia-manusia sekarang ini hanya mendapat Ilham dari petunjuk-petunjuk yang mereka belum pernah lihat, tetapi sebenarnya sudah ada di Dunia, inilah pengertian-pengertian tentang perbedaan antara Wahyu dan Ilham.
Dengan demikian maka uraian saya tersebut adalah hasil dari Idjtihaj, yaitu :
  1. Hasil dari Penggalian-penggalian dan banyak belajar;
  2. Hasil dari tanya sana dan tanya sini;
  3. Hasil daripada Menerima dan Memberi dengan sesamanya; dan
  4. Hasil daripada Dialog dengan Kitab Al Quran dan Hadist.
2. Agama dan Kebathinan.
Saudara-saudara sekalian.
Kita sekarang yang berada disini, umumnya dikatakan sebagai anggota dari Organisasi Massa (ormas) atau Keyakinan Kebathinan, Kejiwaan dan Kerochanian. Kesemuanya ini tidak terlepas dari adanya Kebesaran Tuhan. Sumber segala sesuatu adalah Tuhan, dan yang saya maksud Tuhan ialah Allah, sesuai dengan Pengertian yang terdahulu.
Kalau bukan karena Allah, kesemuanya dengan sendirinya tidak dapat mencakup apa yang seolah-olah kita pisahkan. Semuanya mempunyai pengertian satu; Ya Bathin, Ya Jiwa, Ya Roch.
Saudara-saudara pembaca sekalian.
Kebathinan bukanlah Agama, sedangkan Agama sudah tentu Kebathinan. Jadi setiap penganut Agama; dengan sendirinya Kebathinan, karena Agama adalah Tuntunan Hidup untuk Manusia Lahir, Bathin, Dunia dan Acherat.
Ajaran-ajaran memberikan petunjuk-petunjuk kepada Umatnya untuk dapat mencapai:
  • Kemenangan Lahiriah;
  • Kemenangan Bathianiah;
  • Kemenangan Duniawiah, dan
  • Kemenangan Ukhrowiah.
3. Pengendalian Hawa Nafsu.
Sehubungan dengan Pengertian atau Konsep kita tentang Allah, maka perlu saya sekedar mengungkapkan sepintas lalu, cara-cara pelaksanaan Ajaran “Kekeluargaan”. Tidak terlepas dari Pengertian Allah. Timbulnya suatu Kebimbangan, Kekhilafan yang secara mutlak memberikan refleksi terhadap diri kita berupa pukulan-pukulan lahir maupun bathin, adalah dikarenakan si Manusia itu tidak dapat mengendalikan “PERPADUANNYA ATAU PERBENTURANNYA 4 (EMPAT) UNSUR POKOK YANG ADA DIDALAM DIRINYA”
Saya yakin, bahwa Manusia yang dapat mengendalikan Hawa Nafsu yang ada didalam Dirinya itu, dapat juga mengendalikan nafsunya orang lain. Nama Tuhan atau ALLAH di Agungkan-Agungkan, dan orang-orang telah banyak berbicara tentang “Sabda Seucap Nyata” atau “Sabda Pendita Ratu”.
Pelaksanaan hal itu, tidak lain dan tidak bukan hanyalah dengan jalan atau dengan cara kita mengendalikan Hawa Nafsu yang ada di Diri kita sendiri, dengan penuh Pengertian dan Penuh Kesabaran.
Demikianlah uraian saya dan saya mengucapkan diperbanyak terima kasih atas perhatian yang dicurahkan kepadanya.

posted by :

MAJELIS MUZAKAROH WARGA KEKELUARGAAN 

FORUM : KOMUNIKASI DAN SILATURACHMI WARGA KEKELUARGAAN

Yoesoef Ratman
Pengasuh Utama “Kekeluargaan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar